Minggu, 21 Oktober 2012

SAJAK SESUDAH MATI

Kupetik daun-daun senja yang menua,
Yang akan gugur di atas sungai kehidupan.
Ada kala harapan berbuah busuk.
Digerogoti malang sebelum sempurna.

Aku berjalan sendiri memeluk kesepian.
Aku terus pergi melewati kekecewaan.
Asaku menguap di sela-sela udara pesakitan.
Yang melukai wajah,
Dan berdarah.

Aku tertatih-tatih di tengah jalan.
Menuju padang gersang.
Angin menerbangkan pasir.
Hingga nafas kupaksakan ke luar.

Menutup malam di penghujung angan.
Aku terbang di samping bintang.
Melesat menyingkirkan awan hitam.
Duduk di pangkuan bulan
Entah bagaimana aku di sini.

Ada yang menjemput matiku.
Sebelum aku sadari.
Melepas sakit di ubun-ubun.
Ketika aku membuka mata.
Aku berdiri di takhta langit berpaling dari dunia.

Entah ke mana aku di campakkan.
Ada surga berbau mawar.
Di dalamnnya duduk para raja.
Bersulang dengan gelas-gelas anggur di perjamuan terbuka.
Tanahnya putih, menyenangkan.
Bersama bunga yang menawan hati kupu-kupu ria.
Tiada malam, tiada pagi.
Mereka bersuka ria di taman yang gemerlap dan riuh rendah.

Ada neraka berbau darah.
Anyir mengudara di lepaskan nanah,
Yang mengalir dari air mata yang terluka.
Di dalamnya berteriak jiwa-jiwa pendosa.
Dipukul, dan dihempaskan.
Bilamana ia ingin mati, ia tidak ada kuasa lagi.
Sementara api menyelimuti dagingnya panas sekali.
Hingga tulang-tulangnya mencair.

Aku terduduk di ujung persimpangan.
Tiada tau hendak mengapa.
Hanya menangisi dosa seumur dunia…

Tidak ada komentar:

Posting Komentar